Thesis
Ritus Dab'baAna: Peluang atau ancaman terhadap kontekstualisasi teologi ?
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya upaya mencari kesamaan atau kemiripan makna dan tata cara antara ritus Dab’ba Ana dengan sakramen Baptisan Kudus yang dila-kukan oleh penganut agama suku Jingitiu. Ini dilakukan, karena eksisitensi dan identitas mereka menjadi terancam dengan adanya perubahan jaman yang disertai dengan kehadiran agama-agama modern atau lebih tepatnya agama-agama yang disahkan dan diakui oleh Negara ini. Tentunya ketakutan ini semakin berdasar manakala terjadi konversi agama be-sar-besaran dari penganut agama suku Jingitiu kepada agama Kristen Protestan pada tahun 2019 dan tahun 2020 di Desa Mehona, Kecamatan Liae, yang melahirkan kelompok jemaat baru dalam jemaat Ephata Mehona. Ritus Dab’ba Ana merupakan salah satu ritus siklus hidup yang masih dipertahankan sampai saat ini oleh masyarakat Sabu Raijua pada umum-nya. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dengan jelas persepsi dan pemahaman jemaat GMIT Ephata Mehona mengenai ritus Dab’ba Ana, disamping itu untuk mengevaluasi secara kritis praktik ritus Dab’ba Ana dan pengaruhnya bagi jemaat GMIT Ephata Mehona serta berupaya untuk mengetahui model teologi kontekstual terkait ritus Dab’ba Ana yang digunakan oleh jemaat dan efektivitasnya bagi pengembangan ibadah serta refleksi teologis yang menjadi dasar bagi kelompok baru di jemaat Ephata Mehona dalam menemukan dan atau menentukan identitasnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, sedangkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara mendalam dan observasi terhadap sumber-sumber ketegangan. Sumber data penelitian ini diperoleh secara lisan dan tulisan melalui per-jumpaan langsung dengan sejumlah nara sumber kunci maupun nara sumber tambahan yang dipandang mampu memberikan data-data yang valid dan relevan terkait erat dengan masalah penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa temuan fakta antara lain: hasil statistik dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sabu Raijua memperlihatkan adanya pengurangan angka yang cukup besar pada kolom agama suku Jingitiu dan penam-bahan angka yang besar pula pada kolom agama Kristen pada tabel jumlah penduduk me-nurut desa dan agama di kecamatan Liae di tahun 2019 dan 2020, disamping itu 56,25% responden masih memahami dan mengetahui bahwa ritus Dab’ba Ana adalah baptisan adat yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia bayi 1 - 12 bulan, yang pelaksanaan ritus ini dipertahankan dan dilakukan secara sakral melalui sejumlah ritual termasuk pemberian tanda (+) di dahi si anak menggunakan media olahan sirih pinang sebagai tanda disahkan-nya anak tersebut sebagai warga adat. Selain itu 81,25% responden merasa ritus ini ber-manfaat bagi identitas kesukuan mereka, 75% responden merasa nyaman ketika terlibat dalam praktik ritus ini, namun hanya 12,50% responden yang merasa pengaruh ritus Dab’ba Ana pada liturgy yang dilakukan di gereja. Hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya ada kekuatiran terancamnya identitas mereka yang masih menganut agama suku asli Sabu yaitu Jingitiu, sehingga mereka berusaha mencari dan menemukan kesamaan-kesamaan dengan agama lain, khususnya agama Kristen Protestan, melalui proses ritus Dab’ba Ana dan sakramen Baptisan Kudus. Atas dasar kekuatiran itu, maka mereka memilih untuk ‘mengambil jalan tengah’ dengan cara berdialog, yakni dengan mengijinkan anak cucu mereka beralih keyakinan ke agama-agama yang disahkan oleh Negara Untuk itu, tesis ini membangun kembali pemahaman tentang eksistensi dan identitas yang terbentuk ketika budaya lokal berjumpa dengan gereja.
728/22 | T 231. 72 072 RAT r | PTK PUSAT UKAW | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak di pinjamkan |
Tidak tersedia versi lain