Skripsi
Ritus penghargaan kepada Besimnasi sebagai leluhur. (Suatu tinjauan teologis kontekstual terhadap ritus penghargaan Besimnasi sebagai leluhur dan implikasinya terhadap kehidupan dan pelayanan gereja masa kini di jemaat GMIT Ora Et Labora Kolbano)
ABSTRAK
Pada umumnya setiap suku, daerah atau kalangan memiliki norma dan nilai atau ketentuan yang berfungsi untuk mengatur kehidupan dari komunitas tersebut. Norma dan nilai tersebut merupakan warisan dari nenek moyang yang diturunkan dari generasi ke generasi. Demikian halnya dengan masyarakat Desa Kolbano khususnya dalam kalangan marga Leobisa. Mereka juga memiliki budaya tersendiri yang terus dijaga dan dipelihara dari generasi ke generasi. Mereka juga percaya bahwa ada kekuatan dari penguasa laut yakni Uis Oe (buaya). Kepercayaan kepada Uis Oe ini didasari cerita mengenai perkawinan buaya dan seorang gadis yang bermarga Leobisa. Oleh karena itu kalangan marga Leobisa terikat cukup kuat dengan adat istiadat atau tradisi dari nenek moyang yaitu tetap menghargai Uis Oe sebagai leluhur mereka. Penghargaan tersebut dipraktekan melalui ritus penghargaan kepada besimnasi (buaya). Ritus penghargaan kepada besimnasi yang dilakukan oleh keluarga Leobisa merupakan suatu wujud ketaatan dan penghormatan mereka kepada sesuatu yang dianggap lebih tinggi. Karena Menurut kepercayaan Atoni Meto ritus merupakan salah bentuk ikatan yang lebih kuat dengan yang ilahi. Oleh karena itu ritus penghargaan kepada besimnasi dilakukan agar hubungan dengan ilahi tetap terjaga. Dalam ritus tersebut terkandung nilai-nilai positif seperti nilai budaya, religius, ketaatan, persekutuan dan penghormatan sehingga ritus ini sangat dihargai. Adat istiadat atau budaya merupakan warisan yang diberikan dari generasi ke generasi. Dengan demikian adat juga perlu dijaga dan dipelihara. Dalam penilaian-penilaian seperti itu dapat diakui bahwa adat merupakan kenyataan tersendiri di samping dan di hadapan kekristenan. Bahkan diakui pula bahwa adat merupakan salah satu faktor yang bersaingan dengan injil. Oleh karena itu diperlukan adanya dialog antara injil dan adat agar tidak terjadi penyimpangan dari nilai-nilai iman Kristen. Ketaatan dan penghormatan yang dilakukan oleh keluarga Leobisa kepada besimnasi dianggap sebagai bentuk penghargaan mereka kepada leluhur. Dalam pemahaman iman Kristen ketaatan yang sejati adalah rancangan hidup kerajaan Allah. rancangan hidup yang ditujukan kepada Syalom (suasana hidup yang dipenuhi damai sejahtera) ketika manusia hidup berdasarkan kehendak-Nya. Kepercayaan keluarga Leobisa kepada buaya sebagai leluhur sama dengan kepercayaan umat Kristen kepada Tuhan Allah. Keyakinan religius ini tidak segan menjadikan buaya sebagai obyek penyembahan. Ritus penghargaan kepada besimnasi dipandang sebagai budaya yang perlu ditaati karena melalui ritus tersebut mereka tetap ada dalam ikatan persekutuan dengan leluhur serta hidup berdamai dengan alam dan sesama. Oleh karena itu keluarga Leobisa menyadari betapa pentingnya ritus penghargaan kepada besimnasi sehingga sampai dengan saat ini mereka masih memelihara dan melakukan ritus tersebut. Dengan demikian penulis menggunakan model yang memusatkan perhatian pada jati diri budaya di mana manusia itu berada, yaitu model antropologis untuk berteologi secara kontekstual terhadap ritus penghargaan kepada besimnasi. Asumsi dari model ini ialah bahwa setiap manusia dan konteks di mana ia hidup itu kudus. Allah ada di setiap budaya di mana manusia hidup, sebelum kita pergi Allah sudah ada terlebih dahulu. Dengan demikian kita dapat menemukan Allah dalam budaya. iv
793/16 | PTK PUSAT UKAW | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak di pinjamkan |
Tidak tersedia versi lain