Skripsi
SANCTORUM COMMUNIO:Suatu tinajuan Teologis terhadap pemikiran Dietrich Bonhoeffer mengenai Gereja sebagai Sanctorum Communio dan relevansinya bagi Gereja-gereja di Indonesia Khususnya GMIT
ABSTRAK
Realitas gereja dan relasi sosial merupakan hal yang sudah menjadi pergumulan gereja pada abad-abad sebelumnya. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berelasi. Maka kita dapat melihat bahwa kehidupan sosial merupakan bagian dari kodrat manusia yang sangat mendasar. Kehidupan sosial adalah suatu realita dalam kehidupan manusia, dengan demikian kita melihat diri kita sendiri bahwa kita memerlukan orang lain. Bonhoeffer mulai dengan menempatkan teologi dalam konteks hubungan-hubungan sosial dan etis dalam sejarah. Bagi Bonhoeffer beradanya gereja secara nyata dalam sejarah itulah yang memungkinkan pengenalan akan Allah. Dari sinilah pengertian-pengertian sosiologi diberi arti baru dalam terang iman. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dan yang satu bergantung pada yang lain. Ini adalah kuasa sebuah relasi. Allah tidak menghendaki sejarah orang-orang secara individual, tetapi sejarah persekutuan. Di dalam hubungan-hubungan yang mendasar inilah pemikiran persekutuan religius dan gereja berada. Manusia yang saling berhubungan dan yang berhubungan dengan persekutuannya yang pada hakikatnya merupakan badan yang bersifat sosial, etis dan historis. Gereja sebagai tujuan baru Allah untuk manusia, karena itu kehendak Allah diarahkan pada orang-orang yang benar ada secara historis. dengan demikian kehendak Allah harus menjadi kenyataan etis di dalam sejarah.
Keberadaan gereja harus dipahami sebagai bagian dari kesosialan artinya bagian dari dunia, bagian dari zaman yang berkembang, bagian dari suatu tempat di mana ia berada, dan bagian dari masyarakat dunia; hal-hal ini disebut juga dengan konteks. Gereja sebagai persekutuan yang hidup tidak bisa terlepas dari konteks, artinya gereja akan dapat terus hidup apabila gereja terus merespon konteksnya. Gereja-gereja di Indonesia khusunya GMIT perlu berdialog dengan konteksnya yang selalu dinamis. Gereja harus selalu dinamis menyikapi perubahan-perubahan yang ada.Dalam konteks inilah Bonhoeffer menegaskan bahwa keKristenan kita ditantang untuk bisa jelas dan nyata sebagai bagian dari kesosialan, dalam ranah sosial, spiritualitas kita harus menjadi nyata. Relasi sosial kita tidak hanya sebatas dalam gereja, tapi relasi sosial kita dalam berbagai aspek kehidupan harus menjadi nyata dan benar secara etis dalam kehidupan bergereja. Hubungan kita dengan Allah sebagai pribadi harus nyata dalam hubungan kita dengan pribadi-pribadi yang lain dalam persekutuan etis konkrit. Persekutuan kita dengan Allah senantiasa mempunyai arti yang konkret etis di dalam kenyataan persekutuan hidup di dunia ini. Hakikat gereja hanya bisa dimengerti secara utuh dalam keutuhan, jadi bukan pendekatan secara sendiri-sendiri tapi secara bersama-sama dalam komunitas etis religius. Konsep manusia dalam pandangan Kristen hanya bisa jelas dan nyata dalam kesosialan; Bonhoeffer menunjukkan bagaimana dalam ranah sosial spiritualitas itu harus menjadi nyata. Hal ini menunjukkan pada kita konsep komunitas untuk memahami komunitas Kristus yang disebut Sanctorum Communio.
867/17 | PTK PUSAT UKAW | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak di pinjamkan |
Tidak tersedia versi lain